Dalam rangka memperingati 40 hari wafatnya Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, sejumlah seniman membuat empat patung batu Presiden RI keempat itu.
Empat karya itu adalah patung “Mata Hati Gus Dur” karya Cipto Purnomo, “Gunung Gus Dur” karya Ismanto, “Presiden di Sarang Penyamun” karya Samsudin, dan “Gladiator Gus Dur” karya Jono.
Salah satu patung menuai kontroversi. Disebutkan Gus Yusuf panggilan akrab pengasuh Pondok Pesantren Tegalrejo, KH Yusuf Chudlori, patung “Mata Hati Gus Dur” menyerupai Buddha dengan posisi sedang bersemedi.
Bedanya, wajah patung itu adalah wajah Gus Dur yang memakai kaca mata tebal.
Patung itupun menuai kontroversi. Protes datang dari Dewan Pengurus Pusat Pemuda Theravada Indonesia (DPP PATRIA). Kalangan komunitas seniman Magelang yang diwakili KH Yusuf Chudlori lantas meminta maaf kepada pemuda Buddha.
"Sebetulnya niatan dari teman-teman seniman Magelang itu untuk menggambarkan tentang betapa sangat pluralisnya Gus Dur tanpa maksud lebih dari itu," kata Gus Yusuf kepada VIVAnews di Solo, Senin, 8 Februari 2010, malam.
"Waktu itu saya dimintai komentar dan saya pun menjawab Gus Dur tidak hanya milik orang Islam dan jika dilihat dari ekspresi seni itu wajar dan sah-sah saja," lanjut dia.
Dia menambahkan, kalau patung itu sampai menyakiti kalangan umat Buddha. "Itu bukan sifat Gus Dur untuk menyakiti agama lain."
"Oleh sebab itu, saya mungkin mewakili teman-teman seniman Magelang meminta maaf. Dan barangkali nanti bisa diselesaikan dengan baik-baik," tegasnya.
Pada intinya, lanjut dia, tak ada sedikit pun untuk melukai umat Buddha.
No comments:
Post a Comment